Rabu, 30 September 2009

Berbagai Mitos soal Kecerdasan


KOMPAS.com - Ravi dan rekannya beradu tatap, kemudian menuliskan kode di atas kertas putih dan menyerahkan kepada pria di pinggir panggung. Pria itu menggeser bidak catur di papan besar sesuai langkah yang diinginkan bocah belasan tahun tersebut. Ravi dan rekannya tidak bisa melihat papan bidak itu.

Mereka bermain dengan pikiran, membayangkan, mengingat langkah sebelumnya, memperkirakan langkah lawan, sekaligus memikirkan langkah bidak sendiri guna mengunci lawan. Permainan sebagai pembuka acara diskusi ”Optimalisasi Otak untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia” yang diselenggarakan PfizerPressCircle itu selesai setelah 12 langkah.

Permainan ”catur buta” itu bagi Ravi, yang master catur pada usia belia, tidaklah terlampau sulit. Aksi bocah itu sekaligus menggambarkan betapa menakjubkannya kerja otak.

Otak dan kecerdasan

Salah satu pembicara diskusi, Ketua Pusat Intelegensia Departemen Kesehatan Adre Mayza mengungkapkan, intelegensia hanyalah satu kemampuan kapasitas otak. Fungsi dasar otak antara lain melihat, merasa, meraba, bergerak, keseimbangan, mendengar, dan pengaturan fungsi organ tubuh. Adapun fungsi luhur otak adalah seputar intelektual kognitif, ingatan, perilaku, dan emosi.

Otak memiliki sekitar 100 miliar sel dengan kecepatan berkembang neuron atau sel otak 50.000-100.000 per detik. Sebagiannya akan mati. Sel-sel mengatur diri menjadi kluster. Kluster yang rapat disebut modul, sedangkan kluster yang menjalin hubungan komunikasi dengan modul-modul lain disebut sirkuit.

Pembentukan intelegensia terjadi ketika sirkuit-sirkuit membentuk hubungan-hubungan spesifik guna memproses informasi yang masuk ke otak, membentuk sistem. Setiap sistem berhubungan dengan sistem lain membentuk daerah spesifik di korteks yang membentuk sistem pembelajaran otak.

Begitu mengagumkan sekaligus misteriusnya otak. Tak mengherankan, berbagai mitos seputar otak dan kecerdasan bermunculan. Satu per satu, berbagai penelitian mematahkan mitos-mitos itu.

Mitos 1, otak berhenti berkembang pada usia tertentu

Berbagai penelitian membuktikan, otak menumbuhkan sel-sel baru. Sel-sel otak tidak tetap seperti ketika lahir, tetapi bertumbuh. Usia dini merupakan golden age guna mengoptimalkan potensi kecerdasan sebagai persiapan pembelajaran tingkat selanjutnya. Adre Mayza mengungkapkan, perkembangan kognitif anak usia 17 tahun merupakan akumulasi perkembangan anak usia 4 tahun sebesar 50 persen, 4-8 tahun sebesar 30 persen, dan 9-17 tahun sebesar 20 persen. Sel baru tetap tumbuh di otak manusia dewasa.

Mitos 2, kecerdasan sepenuhnya keturunan

Menurut Adre Mayza, kecerdasan yang dibawa sejak lahir hanya merupakan potensi atau sebagai bahan bangunan otak. Lingkungan pada akhirnya lebih menentukan. ”Sel baru lahir dan cabang dendrit beranak pinak. Kecerdasan manusia terletak pada hubungan di antara sel-sel otak,” ujar Adre.

Mitos 3, makin tua, otak rusak

Penuaan mengakibatkan penurunan fungsi, termasuk otak. Kadar cairan otak berkurang, kelenturan berkurang, dan kecepatan reaksi otak pun melambat. Sel sukar membelah diri lagi. Hanya saja, yang menentukan kecerdasan bukan jumlah sel neuron, melainkan kekuatan koneksi dan arus informasi di antara mereka. Percabangannya tetap tumbuh pada usia lanjut. ”Pembelajaran pada usia tua untuk merangsang tumbuhnya percabangan antara sel otak,” ujar Adre.

Mitos 4, hanya 10 persen

Banyak orang berpendapat, otak digunakan hanya sekitar 10 persen. Pada kenyataannya, manusia menggunakan seluruh fungsi otaknya, tergantung dari cara memelihara, mengembangkan, dan mengoptimalkannya.

Pelihara baik-baik

Pemeliharaan kesehatan secara keseluruhan, mulai dari suplai oksigen dan darah yang cukup dengan berolahraga, nutrisi seimbang, hingga pencegahan penyakit penyebab gangguan otak, menjadi syarat agar otak tetap sehat. Pemeliharaan struktur otak saja tidak cukup. Fungsi dasar dan luhur otak perlu dikembangkan.

”Banyak membaca dan mempelajari hal-hal baru, misalnya, akan membentuk cabang-cabang baru. Peningkatan kemampuan yang spesifik, seperti kemampuan bahasa, perhatian, menggambar, dan mendongeng, pelatihan emosi, serta pendalaman spiritual, sangat baik untuk orang lanjut usia,” ujarnya.

Pembicara lain, cendekiawan Islam, Jalaluddin Rachmat mengatakan, penggunaan otak dengan mencoba mengingat sesuatu setiap hari, belajar memvisualkan, dan mengobservasi lingkungan sekitar sangat berguna,”ujarnya.

Jangan biarkan sel-sel otak anda menganggur....

Selasa, 29 September 2009

Rakyat, Inilah Total Biaya Pelantikan Wakil Anda di Senayan!


JAKARTA, KOMPAS.com — Pelantikan anggota DPR dan DPD periode 2009-2014 pada 1 Oktober mendatang menjadi perhelatan tiga lembaga, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Ketiga lembaga itu menganggarkan biaya yang jumlahnya luar biasa besar.

Total biaya untuk pelantikan yang hanya akan berlangsung beberapa jam itu mencapai Rp 46,049 miliar. Berikut adalah rincian anggaran yang berasal dari keuangan negara tersebut, bersumber dari Indonesia Budget Centre (IBC):



1. Anggaran KPU: Rp 11 miliar

Angka ini jauh lebih besar dari pelantikan tahun 2004 sebesar Rp 7 miliar, naik sebesar 36 persen. Untuk pelantikan ini, setiap anggota DPR menelan biaya sebesar Rp 15,89 juta.

- Biaya menginap di Hotel Sultan selama 4 hari @Rp4,2 juta x 692 orang =Rp 2,9 miliar

- Sewa kendaraan @Rp 63 juta x 4 hari =Rp 252 juta

- Biaya beli tas @Rp 167.000 x 692 =Rp 115 ,5 juta

- Uang saku @Rp 2 juta x 692 =Rp 1,38 miliar

- Biaya pakaian penjemputan (jas, jaket, batik, hem) = Rp 149 ,9 juta

- Biaya lain-lain Rp 6,22 miliar guna membiayai konsumsi petugas lapangan, biaya transportasi anggota DPR dan DPD.



2. Anggaran DPR/Setjen: Rp 28, 504 miliar

- Perjalanan pindah ke Jakarta @Rp50,35 juta x 560 orang =Rp 28,2 miliar (dana ini dianggap tidak perlu, duplikasi)

- Bantuan logistik untuk petugas Polri selama 3 hari =Rp 138 juta (duplikasi dengan anggaran Polri)

- Biaya protokoler pelantikan = Rp 112 ,5 juta

- Honor rohaniawan = Rp 56,2 juta



3. Anggaran DPD/Setjen = Rp 6, 545 miliar (anggaran ini naik sekitar 17 persen atau Rp 949 juta dari DIPA awal sebesar Rp 5,6 miliar)

- Biaya pembuatan PIN @Rp 9 juta x 132 = Rp 1,2 miliar (dinilai terlalu mahal)

- Biaya orientasi sebelum dilantik @Rp 22,7 juta x 132 orang = Rp 3 miliar (duplikasi dengan orientasi KPU)

- Biaya purnatugas (transport dan akomodasi) @Rp 10,4 juta x 100 anggota =Rp 1,04 miliar

- Biaya pengambilan sumpah/janji @Rp 9,8 juta x 132 anggota = Rp 1,3 miliar



Dengan total anggaran Rp 46, 049 miliar, maka setiap anggota DPR dan DPD rata-rata menghabiskan Rp 66,54 juta.

Koordinator Indonesia Budget Centre (IBC) Arif Nur Alam mengatakan, dari puluhan miliar anggaran tersebut, terdapat beberapa pos yang seharusnya bisa dihemat. Ia mencontohkan, biaya penjemputan dan penginapan bisa dihemat ratusan juta rupiah jika 204 anggota yang berdomisili di Jakarta tak ikut diinapkan di hotel mewah.

"Pelantikan adalah tahap akhir pemilu sehingga alokasi di Setjen DPR dan DPD tidak perlu terlalu besar. Alokasi yang tinggi ini menunjukkan fungsi anggaran tidak baik dan menyakiti hati rakyat," kata Arif di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9).

Menurutnya, pelantikan hanya acara seremonial tanpa pertanggunggugatan atas aset nasional dan aset daerah dari perhelatan yang pernah digelar sebelumnya.

Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary

Selasa, 15 September 2009

2 Pimpinan KPK menjadi Tersangka


Ikut berduka cita untuk negeri yang dirusak oleh putra bangsanya sendiri yg Korup & Buta Hati



AYO DUKUNG KPK !! !!!!

Senin, 14 September 2009

The "Rise" of the New Customer: The "New" Active Youth

KOMPAS.com - Di tahun 1966, Majalah Time memberikan penghargaan “Person of the Year” yang seperti biasa diberikan kepada apa saja yang berpengaruh (baik dan buruk) terhadap kejadian yang berlangsung pada tahun tersebut. Di tahun 1966 tersebut, “Person of the Year” diberikan kepada “The Generation 25 and Under.”

Ketika itu, mereka yang berumur di bawah 25 tahun digolongkan sebagai generasi baby boom. Seperti yang kita tahu, setelah Perang Dunia II usai hingga awal dekade 1960an terjadi ledakan kelahiran bayi yang meningkat dari 2,5 juta hingga 4,5 juta per tahunnya.

Seperti yang dikatakan oleh Time, generasinya mereka yang berumur 25 tahun ke bawah tersebut nantinya akan menjadi kekuatan besar di dunia ekonomi, lapangan pekerjaan, dan menjadi bagian kehidupan sosial masyarakat pada umumnya.

Memang betul, seperempat abad lebih kemudian, generasi ini sekarang berusia 45-63 tahun, menduduki posisi-posisi penting dalam organisasi dan perusahaan, sebagian menduduki posisi puncak, sebagian pula pensiun.

Empat puluh tahun kemudian, Time memilih “Person of the Year” kepada sebuah generasi baru yang menjadi bagian dari world wide web. Di tahun 2006 itu, Time dengan sederhana mengatakan bahwa “Person of the Year” adalah You alias Anda sekalian yang telah menjadi kontributor untuk user-generated content yang ada di internet, mulai dari Wikipedia, YouTube, MySpace, Facebook, Second Life, perangkat sistem operasi Linux, dan banyak lagi lainnya.

Kita sendiri sadar bahwa ‘You’ yang dimaksud oleh Time lebih cocok untuk didedikasikan kepada generasi baru anak muda berusia 30 tahun ke bawah yang merupakan bagian dari Digital Native di ‘planet’ New Wave dengan world wide web-nya.

Merekalah yang membesarkan dunia yang serba baru ini. Merekalah yang akan membentuk dunia masa depan. Mereka pula yang membawa kekuatan demografik baru, purchasing power yang baru, kekuatan politik baru, setelah ‘punahnya’ generasi baby-boomer dan semakin menuanya generasi X.

Beranjak dewasa dengan berbagai macam alat teknologi informasi dan komunikasi, secara otomatis paradigma, gaya hidup, perilaku, dan nilai-nilai mereka menjadi sangat New Wave yang serba horisontal.

Seperti yang dikatakan oleh Don Tapscott yang telah melakukan survey global terhadap 11.000 anak muda umur 11-30, banyak hal yang harus kita pahami dari anak muda generasi baru ini. Mereka bisa multitasking, mengerjakan lima hal dalam bersamaan; mulai dari SMS dan ngetwit temannya, download musik, upload video, nonton film di YouTube, dan melihat apa yang temannya sedang kerjakan di Facebook.


Generasi baru ini adalah generasi pertama penduduk dunia yang merupakan Digital Native dan mereka terus membentuk fenomena budaya baru yang meng-global karena dunia yang telah datar dan saling terkoneksi.

Mereka hidup di dunia online dan offline dengan memiliki cara baru yang revolusioner dalam hal berpikir, interaksi, bekerja, dan sosialisasi. Mereka melihat kehidupan online sebagai offline, dan offline sebagai online.

Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin

** Ikutan jadi Generasi Multitasking nih, ....... hua ha ha ha ha, .. pinter aja bikin istilah, ...


Rabu, 09 September 2009

Korupsi Dana Pendidikan, dari Dinas hingga Sekolah


JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelewengan dana pendidikan utamanya dilakukan aparat dinas pendidikan di daerah dan sekolah. Peluang penyelewengan dana pendidikan itu terutama dalam alokasi dana rehabilitasi dan pengadaan sarana prasarana sekolah serta dana operasional sekolah.

Temuan tersebut dipaparkan oleh Febri Hendri, Peneliti Senior Indonesia Corruption Watch (ICW) saat menyoal Evaluasi Kinerja Departemen Pendidikan Nasional Periode 2004 - 2009 di Jakarta, Rabu (9/9). Pemetaan korupsi di sektor pendidikan tersebut antara lain menyoroti obyek yang dikorupsi, instansi tempat terjadinya korupsi, modus korupsi, lokasi korupsi, serta tersangka korupsi.

Menurut Febri, selama kurun waktu 2004-2009, sedikitnya terungkap 142 kasus korupsi di sektor pendidikan. Kerugian negara mencapai Rp 243,3 miliar.

"Korupsi di sektor pendidikan sudah mulai menjadi perhatian penegak hukum di daerah, tetapi penindakannya masih belum sebanding dengan potensi korupsi yang terjadi," ujarnya.

Kebocoran dana pendidikan yang paling besar terjadi dalam pengadaan gedung dan sarana prasarana sekolah. Hal itu disebabkan karena besarnya dana yang digunakan untuk pengadaannya, banyaknya aktor yang terlibat dalam pengelolaannya, serta banyaknya celah korupsi dalam pengelolaan dana tersebut.

Febri menyebutkan, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan diketahui bahwa enam dari sepuluh sekolah menyimpangkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Rata-rata penyimpangan itu senilai Rp 13,7 juta.

Ade Irawan, Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW mengatakan, bahwa korupsi yang terjadi dari Depdiknas hingga ke sekolah-sekolah sangat memprihatin. Penyelewengan dana pendidikan bisa menghambat upaya untuk mempercepat kemajuan pendidikan di Tanah Air.

Kebocoran anggaran ataupun dalam bentuk paling parah seperti korupsi pendidikan, ujar Ade, menyebabkan berkurangnya anggaran dan dana pendidikan, merusak mental birokrasi pendidikan, meningkatkan beban biaya yang harus ditanggung masyarakat, dan turunnya kualitas layanan pendidikan. Bahkan, dalam beberapa kasus, korupsi pendidikan telah membahayakan nyawa peserta didik dalam bentuk ambruknya gedung sekolah.

Jimmy Paat dari Koalisi Pendidikan menambahkan, potensi korupsi di sektor pendidikan itu mesti jadi perhatian serius. Pejabat seperti Mendiknas tidak bisa dari parpol yang punya kepentingan tertentu. Mesti yang independen, bebas korupsi, dan memahami betul persoalan dan perbaikan pendidikan nasional.

Laporan wartawan KOMPAS Ester Lince Napitupulu