Senin, 22 Februari 2010

Cerita Miring Dokter Indonesia di Time

img
(Foto: Time)

Jakarta, Orang Indonesia tentunya sudah hapal sistem kesehatan di Indonesia yang masih jauh dari maksimal. Tapi kalau cerita miring soal kredibitas dokter Indonesia sampai diulas secara internasional tentunya harus menjadi perhatian khusus.

Situs majalah Time edisi 17 Februari 2010 memaparkan sebuah esai panjang tentang bagaimana memprihatinkannya kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia. Tulisan tersebut ditulis wartawan Jason Tedjasukmana, yang menjadi koresponden untuk Time Asia.

Intinya si jurnalis ingin menceritakan minusnya pelayanan kesehatan di Indonesia. Berkaca dari pengalaman pribadinya yang menderita sakit mata. Di saat tak ada satu dokter Indonesia pun yang bisa mendiagnosis penyakitnya, dokter Amerika bisa mengetahuinya hanya dalam 5 menit.

Seperti dikutip dari Time, Selasa (23/2/2010), Jason menceritakan kisahnya.

Saya tidak pernah menduga akan menceritakan sistem kesehatan di Indonesia yang buruk. Meski saya merasa ragu dengan prosedur kesehatan di negara yang sudah saya tempati sejak tahun 1994 ini, tapi saya cukup percaya dengan dokter-dokter lokal di Indonesia. Tapi ternyata saya salah.

Pada April 2009, mata kanan saya mulai gatal dan memerah. Penglihatan saya mulai kabur tapi saya tidak tahu apa yang terjadi dengan mata saya. Akhirnya saya menemui dokter dan disarankan untuk menemui spesialis karena masalahnya diperkirakan ada pada kornea.

Saya pun mengikuti sarannya, tapi setelah berkeliling dan menemui banyak dokter spesialis mata di Jakarta, keadaan mata saya justru semakin memburuk. Seminggu kemudian, saya memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan mencari pengobatan di luar, tapi ternyata sudah terlambat.

Kondisi kornea saya sudah terlanjur rusak. Dokter di Singapura tempat saya berkunjung dan juga hampir kebanyakan orang Indonesia yang ingin berobat menyarankan agar dilakukan transplantasi kornea jika teknik lainnya gagal. Akhirnya saya memutuskan pergi ke Amerika untuk mencari jalan lain.

Menurut saya, sistem pelayanan kesehatan di Indonesia jauh dari memadai. Hal tersebut diakui pula oleh mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr Kartono Mohammad. "Kita tidak punya sistem kesehatan. Tidak ada kontrol terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Indoensia," ujar Dr Kartono.

Untuk tahun 2010, menteri kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih telah mengalokasikan dana sebesar 2,2 miliar dolar AS atau Rp 22 triliun untuk anggaran kesehatan, tapi angka itu dianggap masih kurang dan seharusnya sebesar 110 miliar miliar dolar (Rp 110 triliun). "Tentu saja itu masih belum cukup, tapi sistem pelayanan kesehatan sudah termasuk di dalamnya," tutur Endang.

Tentu saja tidak mengejutkan jika ratusan warga Indonesia meninggal tiap tahunnya akibat tuberculosis, malaria, demam berdarah dan penyakit lainnya. Tapi yang membuat saya bingung adalah bagaimana sebuah penyakit mata yang saya alami tidak terdiagnosa oleh satu pun dokter, padahal penyakit itu bisa memicu kebutaan.

Saya terpaksa pergi ke Amerika karena enam dokter di Indonesia sudah tidak bisa menjelaskan penyakit tersebut. Berbeda dengan dokter Indonesia, seorang dokter di Michigan langsung bisa mendiagnosis masalah dalam 5 menit.

"Anda terkena penyakit vernal conjunctivitis. Jika dokter di sana melihat dan memeriksa bagian di bawah kelopak mata Anda, penyakit ini sebenarnya bisa langsung ketahuan," ujar dokter Michigan yang memeriksa Jason.

Menurut Jason, sebenarnya para dokter di Indonesia sudah memeriksa bagian tersebut. Tapi tidak ada satu dokter pun yang menyadarinya dan melewatkannya begitu saja. Dokter di Jakarta hanya memberi steroid untuk mengurangi pembengkakan padahal setelah diperiksa di Amerika, pemakaian steroid justru akan memperparah keadaan.

Dokter di Jakarta juga melakukan pembersihan mata dengan cara mengurangi lapisan mata. Harapannya yaitu agar tumbuh lapisan baru di atas lapisan kornea yang rusak. Namun sakit yang dirasakan seperti ada keramik atau kaca yang ditusuk ke dalam mata saya.

Sebenarnya saya ingin menggugat dokter tersebut tapi Dr Kartono dan pakar kesehatan lainnya mengatakan bahwa kemungkinan memenangkan kasus malpraktik di Indonesia sangatlah kecil bahkan penggugat bisa jadi harus membayar kerugian yang lebih besar.

Setelah 9 bulan mengeluarkan ribuan dolar dan menjalani prosedur pengobatan di Amerika, 50 persen penglihatan saya sudah kembali normal. Meski saya masih merasa pusing dan tidak nyaman dengan ketidakseimbangan penglihatan kiri dan kanan, tapi saya optimistis mata saya akan kembali normal.

Saya sangat beruntung karena bisa mencari pengobatan di luar, tapi bagaimana dengan mereka yang tidak mampu dan tidak tahu harus berobat kemana? Semakin saya bertanya pada dokter-dokter di Jakarta, semakin banyak kekhawatiran dan cerita horor yang timbul.

Kasus Prita Mulyasari yang berani mengkritik sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah satu contoh bahwa ada yang salah dengan sistem kesehatan di Indonesia. Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan setelah ini, tapi saya menyarankan agar Prita punya keberanian untuk menantang sistem yang sudah banyak mengorbankan orang banyak.

Nurul Ulfah - detikHealth

(fah/ir)

Kamis, 18 Februari 2010

Paul King, Jutawan Berkat Charger Ponsel


INILAH.COM, Jakarta - Teknologi baterai saat ini, tak sepadan dengan ponsel canggih dengan GPS, Wi-Fi dan Bluetooth yang menguras energi. Walhasil bisnis mesin charger menjadikan Paul King jutawan.

Paul King sedang menuju bandara Pittsburgh pada 2006 ketika tiba-tiba ponselnya mati karena baterai habis. Mahasiswa Carnegie Mellon itu juga baru sadar, kunci rumah teman sekamarnya juga ikut terbawa.

Jika ia tidak menelepon maka temannya akan terkunci di luar kamar sepanjang akhir pekan. Tetapi tanpa akses ke ponselnya, dia tidak tahu nomor telepon temannya itu. King akhirnya mengemudi pulang ke rumah dan meninggalkan kunci di bawah keset. Ia akhirnya terlewatkan penerbangan ke Miami.

Saat diperjalanan, King melewati sejumlah ATM dan toko-toko yang nyaman.

Kemudian ide itu muncul. Ketika orang bisa mengambil uang di mana saja, tapi mengapa tidak bisa mengisi baterai ponsel di mana saja?

Dua tahun kemudian, King memutuskan akan menciptakan sebuah mesin charger otomatis atau automated charging machine (ACM). Namun ia baru sadar seseorang telah mendahuluinya.

Sebuah perusahaan bernama TCN China telah mengembangkan suatu mesin publik isi ulang telepon seluler, dan ribuan unit telah dijual di negeri itu. King tidak menyerah. Sebaliknya, ia mendekati perusahaan itu dan meminta untuk menjadi distributor eksklusif di Amerika Serikat, Meksiko dan Kanada.

Akhirnya bisnis King yang berbasis di New York, Hercules Networks mendapat

US$1,5 juta dari investor, termasuk dari pengembang real estate Miami Michael Gold dan sebuah kelompok yang dipimpin pengusaha David Walke.

TCN setuju untuk menambahkan layar di mesin dan menampilkan pesan iklan.

Sementara penggunanya dikenakan biaya US$2 hingga US$5 untuk mengisi ponsel. "Tidak ada yang mengatakan bahwa ide itu buruk," kata King (25).

Dia menghadapi peluang yang jelas. Ponsel yang ada saat ini ini jauh lebih besar mengkonsumsi energi dengan prosesor dan fitur canggih termasuk GPS, Wi-Fi dan Bluetooth. Sebaliknya kekuatan baterai tidak sebanding dengan peningkatan fiturnya.

"Teknologi baterai mungkin 10 tahun tertinggal dari teknologi ponsel, dan smartphone sangat besar menghisap daya," kata Will Stofega, analis telepon selular di IDC Research di Boston.

Namun King bukanlah satu-satunya yang berusaha mengkapitalisasi masalah itu. Pembuat handset raksasa Samsung telah memasang stasiun pengisi baterai gratis di berbagai lokasi termasuk bandara dan kampus.

"Kami berharap untuk membangun sebuah hubungan emosional dengan konsumen," kata Tim Titus, direktur Samsung Mobile di Dallas. "Kami terus memelototi tempat-tempat untuk menempatkan pengisi ulang ponsel."

Sejauh ini, Hercules Networks berhasil masuk ke tempat-tempat yang belum disentuh oleh Samsung. Perusahaan itu telah memasang ACM di kasino di Las Vegas, taman hiburan, bar dan klub. Berikutnya, perusahaan itu menargetkan pusat perbelanjaan.

Perusahaan yang hanya memiliki sembilan karyawan ini berhasil meningkatkan pendapatan tiga kali lipat pada tahun 2009, dan King berharap bisnisnya bisa mencapai US$2 juta penjualan pada tahun ini.

King berhasil menarik pengiklan termasuk AT&T, Target, Google, Bank of America, GM dan Cadillac. Sementara Men's Wearhouse juga mempertimbangkan untuk membeli generasi baru pengisi daya Hercules, dan berharap orang yang sedang cuci mata jadi berbelanja. [mdr]

Budi Winoto

Senin, 15 Februari 2010

RPM : Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Konten Multimedia 2010

RPM yang ini? , wah ... tentu bukan, RPM yang sedang Hot di Indonesia ini adalah Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Konten Multimedia.

Sperti apa sih? ... lihat disini : (RPM Konten) pekan lalu (o2/2010).

Rabu, 10 Februari 2010

Google Kembangkan Penerjemah Suara Otomatis


MOUNTAIN VIEW, KOMPAS.com - Alangkah asyiknya kalau semua orang bisa saling menelepon siapa saja tanpa halangan bahasa. Mimpi inilah yang coba diwujudkan Google dengan mengembangkan translator suara otomatis yang akan menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lainnya.

"Kami pikir penerjemah suara ke suara mungkin dan bisa diwujudkan dalam beberapa tahun saja," ujar Franz Och, kepala layanan penerjemah Google seperti dilansir Times Online. Ia percaya penerjemah suara ke suara mungkin silakukan jika tingkat akurasi mesin pengenal suara dan penerjemah bahasa ditingkatkan kemampuannya lagi. Ia katakan Google tengah melakukan riset untuk mewujudkannya dalam beberapa tahun ke depan.

Google saat ini sudah memiliki layanan penerjemah untuk 52 bahasa di sleuruh dunia dengan database yang terus ditambah akurasinya. Selain itu, Google juga memiliki mesin pengenal suara yang saat ini dipakai pada aplikasi layanan pencarian di smartphone.

Sistem yang sedang dikembangkan akan mengombinasikan kedua teknologi dan menggunakan database Google yang aktif mengindeks bahasa dari berbagai situs di seluruh dunia. Namun, diakui tidak mudah membuat mesin penerjemah suara karena setiap penutur punya dialek, aksen, dan cara bicara yang berbeda-beda.

"Namun, mesin pengenal seperti ini akan efektif digunakan di ponsel sebab secara alami sangat personal bagi pemakainya. Ponsel akan mengenali gaya bicara dari rekaman-rekaman suara sebelumnya," ujar Och.

Mesin seperti ini bukanlah yang pertama ada. Apple sudah lebih dulu merilis aplikasi penerjemah suara di iPhone dengan nama Jibbigo meski saat ini baru tersedia untuk penerjemah bahasa Inggris ke Spanyol dan Inggris ke Jepang. Dengan dukungan dana dari Badan Pertahanan AS melalui proyek DARPA, akankah mesin buatan Google akan lebih mumpuni?

Rabu, 03 Februari 2010

Hadapi AS, China Bikin Sistem Operasi Kylin

Washington - China seakan tiada henti membangun kapabilitas pertahanan cybernya. Kabar terbaru, negeri Tirai Bambu itu telah meng-install sistem operasi ciptaan sendiri bernama 'Kylin' di komputer pemerintahan dan militer.


Ilustrasi (foxnews)


Dilansir AFP dan dikutip detikINET, Rabu (13/5/2009), Kylin didesain sedemikian rupa sehingga diklaim tidak bakal bisa dibobol utamanya oleh Amerika Serikat (AS). Eksistensi Kylin disingkap oleh parlemen AS saat membahas upaya China menandingi kemampuan cyber AS.

Kevin Coleman, akhli sekuriti yang turut mendiskusikan Kylin dengan pemerintah AS menyatakan kalau sistem operasi tersebut dikembangkan sejak 2001. Implementasinya dimulai pada tahun 2007.

"Kapabilitas cyber kita tidak efektif melawan mereka. Senjata cyber China didesain untuk menghadang baik Linux, UNIX maupun Windows," jelas Coleman

Bahkan tak sekadar sistem operasi semata, China ternyata juga mengembangkan mikro prosesor yang tangguh sehingga sulit diakses cracker maupun program jahat. Coleman pun menandaskan kombinasi ini membuat pertahanan cyber China amat kuat, sebanding dengan AS dan Rusia.

Selain itu seperti sering diberitakan, China juga tidak segan membobol sistem komputer AS untuk mengakses informasi sensitif. Laporan terbaru US-China Economic and Security Review Commission pun memperingatkan keagresifan China menyerang AS. ( fyk / ash )


Fino Yurio Kristo - detikinet