Kamis, 24 Januari 2008

Rasa, Wangi , Warna & Kekentalan Madu tergantung dari apa ?
















  1. Jenis bunga : artinya untuk madu dari lebah yang diternakkan, untuk mendapatkan madu pada umumnya “digembalakan” dari satu daerah ke daerah lain mengikuti musim bunga didaerah tersebut. Misal : ketika daerah Subang Jawa Barat sedang musim bunga rambutan, maka lebah yang berada dalam kotak rumah lebah akan dibawa dan ditempatkan di daerah subang tersebut. Itupun kita juga masih harus melihat meskipun sama-sama pohon rambutan, maka antara satu dengan daerah lain sedikit banyak akan berbeda kualitas bunga-nya, tergantung dari struktur tanah, suhu, musim, perawatan – itu bisa dilihat dari rasa buah rambutan yang juga sedikit banyak akan berbeda (misal pada musim kemarau buah cenderung lebih manis, dan tidak banyak ber-air). Sehingga Rasa, Warna, Wangi & Kekentalan Madu akan berbeda.
  2. Musim : ketika dilakukan panen madu antara musim kemarau dengan musim hujan akan berbeda, pada umumnya pada musim hujan kadar airnya akan lebih banyak, begitu juga sebaliknya dengan musim kemarau. SNI (Standar Nasional Indonesia) hanya mensyaratkan kadar air maksimum 22 %.
  3. Jenis Lebah : Setiap jenis lebah tentunya tidak akan sama dalam mengelola dan mengolah madu-nya. Misal lebah lanceng : meskipun mengambil sari bunga (nektar) yang sama akan tetapi lebah yang dihasilkan cenderung lebih masam.
  4. Sifat Madu : Madu bersifat menyerap air & bau sehingga ketika dia ditempatkan kedalam wadah / ruangan /daerah dengan tingkat kelembaban & bau tertentu dan kemudian tidak tertutup/terlindungi dengan rapat maka pada umumnya madu akan menyerap air & bau itu.

Jadi tidak ada standar baku Rasa, Warna & Kekentalan Madu, artinya kita tidak akan bisa menyamakan/membandingkan produk madu satu perusahaan / produsen dengan yang lain dalam hal, warna , rasa , wangi dan kekentalan. apalagi dengan menjadikan satu produk dari satu perusahaan/produsen sebagai standarnya. So Trust or Not or Chek in The LAB <--- bener gak nulisnya ;-P

Mohon maaf lebah tidak mempunyai alat dan standarisasi untuk membuat rasa madu sama diseluruh dunia, he he he

salam

2 komentar:

widhianto tricahyadi mengatakan...

LETAK KELENJAR NEKTARI PADA BUNGA
BEBERAPA SPESIES TUMBUHAN
SEMINAR
Oleh
Widhianto Tricahyadi
05/ 185270/ BI/ 07611
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2008
2007
LETAK KELENJAR NEKTARI PADA BUNGA
BEBERAPA SPESIES TUMBUHAN
Untuk memenuhi salah satu persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Sains
Program Studi Biologi
Oleh
Widhianto Tricahyadi
05/185270/BI/7611
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Issirep Sumardi.
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
i
HALAMAN PENGESAHAN
LETAK KELENJAR NEKTARI PADA BUNGA
BEBERAPA SPESIES TUMBUHAN
Widhianto Tricahyadi
05/ 185270/ BI/ 07611
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada
tanggal 22 November 2007 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dosen Penyelenggara Seminar
Drs. Sutikno, SU.
NIP. 131122838
Wakil Dekan Bidang Akademik
Dr. R.C. Hidayat Soesilohadi, MS.
Dosen Pembimbing Seminar
Prof. Dr. Issirep Sumardi
NIP. 130354326
Mengesahkan,
NIP. 131629156
ii
Oleh
Seminar
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga laporan seminar dengan judul ”LETAK KELENJAR NEKTARI PADA
BUNGA BEBERAPA SPESIES TUMBUHAN” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulisan laporan ini adalah dalam rangka memenuhi persyaratan mata kuliah
seminar (BIO 5306).
Laporan ini dapat terselesaikan dengan baik tentu tidak lepas dari bantuan dan
uluran tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu diucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Issirep Sumardi selaku dosen pembimbing yang telah sabar
memberikan ilmu, saran, dan kritik, serta membimbing penulis
menyelesaikan laporan ini dengan baik.
2. Drs. Sutikno SU selaku dosen penyelenggara seminar.
3. Dra. Mardhijah Fakih MS selaku koordinator dosen penyelenggara seminar
4. Bu Rusna, Bapak Wagiman, dan segenap staf perpustakaan Biologi yang
telah memberikan banyak bantuan pustaka selama penyusunan laporan.
5. Dwi Andi Listiawan yang memberikan dukungan moril selama pelaksanaan
penelitian dan pembuatan laporan akhir.
6. Azni Ananda, Umul Wahyuni, Amiroh Isnawati, Olgananda Megawati, dan
Wiwit Probowati yang memberikan banyak bantuan dan masukan selama
pelaksanaan penelitian.
7. Bapak Purwanto yang telah memberikan banyak bantuan selama pelaksanaan
penelitian.
8. Ibuku tersayang, kakak serta seluruh keluarga besarku tercinta.
9. Saudara-saudariku di Kopma GAMMA, INOBI, angkatan 2005,
Matalabiogama, KSKbiogama, BEM Fakultas Biologi, JMMB, BEM KM
UGM, dan UKM Gama Cendekia yang telah memberikan dukungan dan
pengertian.
10. Orang-orang yang aku cintai dan mencintaiku yang memberikan semangat
untuk lebih maju dan berkembang.
iii
11. Seluruh sahabat dekatku, terima kasih atas pengertian, perhatian, dan kasih
12. Semua orang yang tidak suka padaku, terima kasih atas kritik yang jujur dan
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk menghasilkan karya yang
lebih baik lagi. Semoga dengan adanya laporan ini dapat menjadi suatu masukan ilmu
dan memberikan inspirasi bagi pembaca.
sayang, serta konflik yang mendewasakan kita.
membangun.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
Yogyakarta, Januari 2008
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iv
DAFTAR ISI........................................................................................................v
INTISARI............................................................................................................vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Permasalahan...............................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Nektari pada Bunga...................................................3
1. Letak dan bentuk nektari pada bunga....................................4
2. Kandungan nektar..................................................................5
B. Struktur Anatomi Nektari............................................................6
C. Sekresi Nektar..............................................................................8
D. Polinasi........................................................................................10
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Bahan..........................................................................................12
B. Alat.............................................................................................12
C. Cara Kerja...................................................................................12
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Letak dan Bentuk Kelenjar Nektari............................................17
B. Hubungan antara Letak dan Bentuk Kelenjar Nektari................19
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.................................................................................26
B. Saran............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................27
v
INTISARI
Kelenjar nektari yang terdapat pada bunga disebut nektari bunga / nektari
vi
floral sementara yang terdapat pada bagian vegetatif tumbuhan disebut nektari
ekstrafloral. Kelenjar nektari dapat terdiri atas jaringan khusus yang memiliki struktur
berbeda dari jaringan di sekitarnya. Nektari yang demikian ini disebut nektari
struktural, sedangkan jika strukturnya tidak berbeda dengan jaringan di sekitarnya
disebut nektari non-struktural. Tujuan penelitian tentang Letak Kelenjar Nektari
pada Bunga Beberapa Spesies Tumbuhan adalah untuk mengetahui letak dan
bentuk kelenjar nektari pada bunga beberapa tumbuhan air dan tumbuhan darat serta
untuk melengkapi informasi yang sudah ada sebelumnya.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa organ generatif (bunga)
beberapa spesies tumbuhan, yaitu : Hibiscus rosa-sinensis L., Canna hybrida Hort.,
Allamanda cathartica L., Crinum asiaticum L., Nymphaea stellata Willd., Nymphaea
nouchali Burm. f., Michelia champaca L., Eichhornia crassipes Solms., Vigna
unguiculata L., dan Caesalpinia pulcherrima Swartz. . Dari bahan tersebut dibuat
preparat mikroskopik semi permanen (irisan bujur dan melintang dengan free hand
section) dengan pewarnaan Safranin 1% dalam akuades menurut Johansen (1940).
Parameter yang diamati adalah letak kelenjar nektari. Preparat yang sudah diamati
difoto dengan menggunakan kamera digital. Data pengamatan mikroskopis secara
langsung dan hasil foto dianalisis secara deskripif dan ditabulasikan.
Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa letak dan bentuk kelenjar
nektari sebagian adalah toral (membentuk cincin atau gelang pada salah satu
permukaan reseptakel), dan yang lain perigonal (nektari yang berkembang pada
perhiasan bunga), baik pada tepala maupun petala. Dari hasil ini dapat disimpulkan
bahwa setiap tumbuhan memiliki struktur kelenjar nektari yang khas.
Kata kunci : kelenjar nektari, safranin, polinator, bunga
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sitoplasma tumbuhan dapat mengeluarkan beberapa substansi yang
memasuki vakuola atau keluar dari protoplas (Fahn, 1979). Substansi-substansi yang
kelebihan ion dikeluarkan dalam bentuk garam. Sementara hasil asimilasi dikeluarkan
sebagai gula ataupun sebagai substansi dinding sel, senyawa alkaloid, tannin,
terpentin, resin, berbagai senyawa kristal, serta substansi yang berperan dalam fungsi
fisiologis seperti enzim dan hormon (Esau, 1977). Sel sekretori atau idioblas
dikelompokkan dalam struktur khusus yang disebut kelenjar. Kelenjar ini memiliki
fungsi yang bermacam-macam, diantaranya mensekresi nektar. Kelenjar yang
berfungsi mensekresi nektar disebut nektari (Eames & Mac Daniels, 1977). Menurut
Esau (1965) kelenjar nektari ini penting dalam evolusi bunga.
Kelenjar nektari yang terdapat pada bunga disebut nektari bunga (nektari
floral) sementara yang terdapat pada bagian vegetatif tumbuhan disebut nektari
ekstrafloral. Nektari ekstrafloral ini dapat ditemukan pada batang, daun, stipula, dan
tangkai bunga, sedangkan nektari floral terdapat pada sepala, petala, stamen dan dasar
bunga (reseptakel) (Esau, 1965; Esau, 1977). Penelitian mengenai letak kelenjar
nektari pada tumbuhan penting untuk dilakukan, karena dapat dijadikan sumber
informasi untuk pemanfaatan bunga lebih lanjut. Selain itu data mengenai letak dan
bentuk kelenjar nektari dapat digunakan sebagai data primer untuk mempelajari
hubungan antara bunga dan polinatornya.
B. Permasalahan
Dalam pelaksanaan penelitian ditemukan beberapa permasalahan, yaitu
dimana letak kelenjar nektari dan bagaimana bentuk kelenjar nektari pada tumbuhan
air dan tumbuhan darat?
C. Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui letak serta
bentuk kelenjar nektari pada tumbuhan air dan tumbuhan darat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Nektari pada Bunga
Menurut Milburn & Kallarackal (1991) pengeluaran atau eksudasi pada
tumbuhan dapat terjadi secara alamiah ataupun digerakkan. Contoh pengeluaran
secara alamiah adalah sekresi nektar, pengeluaran tetes garam, dan gutasi. Sedangkan
pengeluaran yang digerakkan misalnya pengeluaran cairan atau getah yang diperoleh
dengan cara menepuk pohon, menyayat secara khusus pada bagian organ vegetatif,
dan sebagainya.
Menurut Eames & Mac Daniels (1977), sel sekretori punya dua tipe umum
yaitu bentuk sekresi yang dikeluarkan dari sel-sel yang mensekresinya (seperti rambut
kelenjar & permukaan jaringan sekretori) dan bentuk sekresi yang disimpan dalam
saluran sekretori. Kelenjar nektari pada tumbuhan digolongkan menjadi nektari bunga
(nektari floral) dan nektari di luar bunga (ekstrafloral). Menurut fungsinya ada lagi
istilah nektari nuptial dan nektari ekstranuptial. Pengertian nektari nuptial sendiri
adalah nektari yang terjadi di dalam bunga dan berfungsi dalam polinasi, sementara
nektari ekstranuptial terjadi pada bagian di luar bunga dan tidak memiliki fungsi
khusus dalam polinasi (Fahn, 1979).
Nektar yang terdapat pada bunga biasanya dihasilkan oleh kelenjar nektari,
berdasarkan asalnya dibedakan sebagai kelenjar nektari yang merupakan bagian
khusus (alat tambahan) pada bunga dan kelenjar nektari yang terjadi dari salah satu
bagian bunga yang mengalami metamorfosis. Bagian bunga inipun mengalami
perubahan fungsi sejalan dengan metamorfosis yang terjadi (Tjitrosoepomo, 1987).
Kelenjar nektari dapat terdiri atas jaringan khusus yang memiliki struktur berbeda
dari jaringan di sekitarnya, nektari yang demikian ini disebut nektari struktural.
Sedangkan jika strukturnya tidak berbeda dengan jaringan di sekitarnya disebut
nektari non-struktural. Frey-Wyssling menganggap bahwa nektari ekstrafloral lebih
3
primitif daripada nektari floral (secara filogeni), sementara arah perkembangan
filogenetik ditentukan oleh perubahan akrosentripetal dari fungsi nektari dalam
bunga. Perubahan ini berawal dari daun kelopak ke arah bakal buah dan tangkai
kepala putik (Fahn, 1979). Menurut Mc Lean & Ivimey-Cook (1952), kelenjar nektari
dibagi menjadi dua tipe yaitu kelenjar nektari nudial (kelenjar nektari dengan nektar
terbuka) dan kelenjar nektari kriptal (kelenjar nektari dengan nektar tersembunyi).
Perbedaan dua tipe kelenjar nektari ini memungkinkan terjadinya perbedaan proses
polinasi yang berbeda pula pada tumbuhan.
kandungan nektar yang dihasilkan, sebagai berikut .
Klasifikasi kelenjar nektari pada bunga didasarkan atas letak, bentuk, maupun
Berdasarkan letak dan bentuk kelenjar nektari pada bunga
a. Nektari perigonal, yaitu nektari yang berkembang pada perhiasan bunga,
misalnya pada :
1) tepala yang tidak berubah (sepala atau petala), contoh : Hibiscus,
Fritillaria, dan Ranunculus;
2) taji atau kantung yang dibentuk oleh bagian perhiasan bunga, contoh :
Lilium, Pelargonium, dan Valeriana;
3) petala yang berubah dan tereduksi, contoh : Nigella;
b. Nektari staminal, yaitu nektari yang berhubungan dengan benang sari,
misalnya pada :
1) tangkai benang sari atau dalam tabung yang terbentuk peleburan tangkai
benang sari, contoh : Medicago, Colchicum, dan Dianthus;
2) kepala sari yang berubah seperti membentuk alat-alat tambahan, contoh :
Laurus;
3) alat tambahan pada jaringan konektif ovulum, contoh : Viola;
c. Nektari toral, yaitu nektari yang berkembang di dasar bunga (reseptakel),
misalnya :
1) berada diantara pangkal daun kelopak dan daun mahkota (marginal),
contoh : Reseda;
2) membentuk cincin atau gelang (merupakan bagian dari salah satu
permukaan reseptakel) (discoid), contoh : Antigonon, Polygonum,
4
Phaseolus, Caesalpinia, Viccia, Cucumis, Eucalyptus, Citrus, Ipomoea,
Lantana, dan Lamium;
3) melapisi dasar bunga seperti tabung (tubular), contoh : Cristatella dan
Bauhinia;
d. Nektari ovarial, yaitu nektari yang berkembang pada dinding bakal buah, yaitu
berada :
1) di permukaan karpela yang tidak berlekatan dengan ovulum, yang berubah
menjadi nektari, contoh : Vinca;
2) di pangkal bakal buah, contoh : Gentiana;
3) di bagian bakal buah dengan plasentasi tipe sinkarp misal pada monokotil
(septal). Contoh : Allium, Narcissus, dan Musa;
e. Nektari stilar, yaitu nektari yang berkembang pada pangkal tangkai putik,
(stilus).
1) Umumnya pada pangkal stilus dan stilopodium, contoh : Ridolpia;
2) Hanya pada pangkal stilus, contoh : Helianthus dan Calendula;
3) Pada kepala putik (stigma), contoh : Asclepios dan Arum.
(Mc Lean & Ivimey-Cook, 1952; Fahn, 1991)
2. Berdasarkan kandungan nektar yang dihasilkan
Menurut Fahn (1991), nektar adalah larutan yang berisi gula dan merupakan
hasil sekresi nektari. Umumnya nektar mengandung sukrosa, glukosa, dan fruktosa.
Selain itu oligosakarida, maltosa, rafinosa, selobiosa, lender, asam amino, protein,
asam organik, ion mineral, dan fosfat juga ada di dalamnya. Dan masih ada lagi
kandungan vitamin, sukrase (transglukosidase & transfruktosidase), oksidase,
tirosinase, juga trehalosa, dan melezitosa (Mc Lean & Ivimey-Cook, 1952; Fahn,
1979; dan Harborne, 1988). Asam dalam nektar menyebabkan pH yang rendah pada
beberapa nektar tumbuhan.
Harborne & Turner (1984) menyatakan bahwa kandungan gula nektar pada
bunga tidak dipengaruhi variasi musiman dan harian. Kandungan gula nektar juga
tidak dipengaruhi oleh air yang terkandung dalam nektar. Lalu diketahui juga bahwa
5
proporsi sukrosa, glukosa, dan fruktosa sangat bervariasi pada spesies-spesies yang
berbeda. Beberapa spesies seperti Aesculus hippocastanum L. dan Rhododendron
camphylocarpum Hook. F. misalnya punya nektar yang sebagian besar kandungannya
adalah sukrosa. Ada juga nektar yang hanya mengandung gula reduksi (fruktosa dan
glukosa) seperti nektar pada bunga Colchicum ritchii L. dan Brassica napus L. Selain
itu ada nektar yang kandungan gulanya terdiri dari sukrosa, glukosa, dan fruktosa
sama besar, misalnya : Abutilon dan Prunus domestica L. (Fahn, 1979 dan Harborne,
1988). Menurut Milburn & Kallarackal (1991), keberadaan glukosa, fruktosa, dan
sukrosa di dalam nektar menunjukkan bahwa pembentukan interkonversi pada gula
dapat terjadi di dalam nektar.
B. Struktur Anatomi Nektari
Kelenjar nektari floral (kelenjar nektari pada bunga) terjadi pada permukaan
perhiasan bunga yang memunculkannya, hasil perkembangan pada bunga, atau
sepenuhnya tenggelam di dalam bunga. Jaringan pembentuk kelenjar nektari disebut
jaringan nektariferous. Jaringan ini mengandung selapis epidermis dengan atau tanpa
trikoma dan biasanya di bagian bawahnya terdapat jaringan parenkimatis
terspesialisasi. Jaringan parenkimatis umumnya disusun oleh sel-sel kecil dengan
dinding tipis, inti relatif besar, sitoplasma padat dan vakuola kecil, selain itu juga
sering mengandung tanin.
Menurut Fahn (1991), jaringan nektar berisi cabang-cabang jaringan
pembuluh. Jaringan pembuluh ini seringkali berkembang dan terdiri dari unsur floem
yang banyak. Gejala tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa gula sekresi dialirkan ke
nektari oleh berkas pembuluh. Bila dibandingkan dengan hidatoda, maka pada ujung
percabangan ikatan pembuluh yang berhubungan dengan jaringan hidatoda hanya
terdiri dari elemen trakhea. Jaringan nektariferous menghasilkan sekresi yang
memiliki kandungan gula lebih tinggi dibanding jaringan tetangganya. Hal ini mirip
dengan hidatoda di bawah epidermis, yang mungkin berhubungan dengan epidermis
dalam membentuk nektari. Sel-sel epidermis yang mengeluarkan sekresi berbentuk
kuboid atau seperti palisade.
6
Tempat sekresi zat dari kelenjar nektari ditentukan oleh tipe jaringan
pembentuk kelenjar nektari itu. Bila bersifat parenkimatis nektar disekresi dalam
ruang antar sel dan selanjutnya dikeluarkan lewat stomata yang sel penutupnya
mengalami modifikasi (Fahn, 1991). Modifikasi ini membuat kemampuan sel-sel
penutup untuk membuka atau menutup celah stomata menjadi hilang. Pada beberapa
spesies stomata mengalami perubahan ukuran celah (Fahn, 1979). Menurut Pandey
(1982) dan Fahn (1991), pada nektari yang khusus sel-sel yang mensekresi adalah
permukaan bunga. Sel-sel epidermal tidak berkutikula sehingga nektar berdifusi
melalui dinding sel dan terbuka ke permukaan luar. Bila sel sekretori ditutup kutikula,
keluarnya nektar dipengaruhi oleh pecahnya kutikula dan terjadinya pori di dalamnya
atau oleh sifat permeabilitas kutikula (Frey-Wyssling dalam Fahn,1991).
Bunga yang memiliki trikoma multiseluler (contoh : Abutilon) memiliki
kelenjar nektari yang sekresi nektarnya terjadi di bagian adaksial pada bagian
proksimal kaliks. Kesimpulan Findley & Mercer (dalam Fahn, 1979), adalah bahwa
masuknya nektar ke trikoma pensekresi terbatas pada protoplas sel tangkai karena
dikelilingi dinding lateral. Jaringan penghasil nektar memperlihatkan ciri khas yang
bersifat ultrastruktural di bawah mikroskop elektron. Sel sekretori pada tingkat
sekresi menunjukkan sitoplasma yang pekat dan kaya organel (khususnya
mitokondria, Retikulum Endoplasma (RE), Apparatus Golgi, dan Ribosom). Menurut
Fahn (1991), vakuola sel-sel sekretori khususnya mengalami reduksi, hal ini diduga
terkait dengan aktifitas metabolisme yang tinggi. Sifat sitologi sel sekretori, tingkat
respirasi yang tinggi dalam jaringan penghasil nektar (dan ketergantungan sekresi
pada kegiatan respirasi) menunjukkan bahwa nektar disekresi oleh mekanisme aktif
yang berlokasi dalam sel sekretori.
C. Sekresi Nektar
Intensitas sekresi nektar bervariasi antar familia ataupun antar spesies pada
satu genus dan antar varian dari spesies yang sama. Dalam satu genus tumbuhan ada
suatu korelasi antara intensitas sekresi nektar dengan ukuran kelenjar nektari (Fahn,
1979). Faktor-faktor internal dan eksternal diketahui berpengaruh terhadap jumlah
7
nektar yang dihasilkan. Sekresi nektar ini sering terjadi pada periode yang sangat
terbatas (Cutter, 1978). Pada beberapa spesies Citrus, sekresi nektar berlangsung
terus-menerus selama 3 sampai 5 hari. Sedangkan umumnya, sekresi maksimal terjadi
selama hari pertana bunga mekar dan terus menurun seiring umur infloresensia (Fahn,
1979).
Faktor internal yang mempengaruhi produksi nektar diantaranya morfologi
(ukuran nektari) dan fisiologi (Rathcke, 1992). Faktor lain (eksternal) yang
berpengaruh diantaranya kelembaban dan suhu udara. Hal ini karena nektar sangat
higroskopis dan sebagian besar volume nektar disebabkan kondensasi uap air dari
udara. Faktor eksternal lainnya misal kelembaban tanah (Mc Lean & Ivimey-Cook,
1952; Milburn & Kallarackal, 1991; Esau, 1977). Secara umum radiasi sinar
matahari, pemupukan dan cuaca juga mempengaruhi produksi nektar (Fahn, 1991;
Rathcke, 1992). Faktor-faktor di atas dapat bekerja sendiri-sendiri maupun bersamasama.
Misalnya meskipun nektari sering berada pada bagian yang terlindung dari
hujan, tapi karena sifatnya higroskopis nektar menjadi encer di bawah lengas udara
yang tinggi. Hal ini dibuktikan pada kasus pembukaan nektari saat cuaca kering,
contoh pada nektari ekstrafloral Impatiens. Gula nektar mengkristal segera setelah
sekresi, lalu nektar mengalami evaporasi atau mengabsorbsi air tergantung
kelembaban udara. Keadaan ini mempengaruhi kenaikan ataupun penurunan
konsentrasi gula pada nektar (Kevan & Baker, 1984).
Tipe-tipe vaskularisasi nektari bervariasi dari genus ke genus dalam familia
yang sama atau antar spesies-spesies pada genus yang sama (Fahn, 1979). Menurut
Fahn (1991), spesies yang sama dapat memiliki konsentrasi gula yang bervariasi
misal pada Tilia cordata Mill. bervariasi antara 12%-75%. Diketahui bahwa keluaran
nektar segar (dan sejumlah bahan kering di dalamnya) yang dihasilkan oleh berbagai
spesies dalam waktu 24 jam sangat beragam. Pada bunga berkelamin tunggal ada
perbedaan mencolok nektar yang dikeluarkan oleh bunga jantan dan bunga betina.
Ada hubungan antara jumlah relatif floem dalam berkas pengangkut yang mensuplai
nektari dan konsentrasi gula nektar. Jika floem menonjol jumlahnya, maka
konsentarasi nektar dapat mencapai 50% (karena berhubungan dengan fungsi floem
8
sebagai berkas pengangkut senyawa hasil fotosintesis), tetapi jika xilem yang
dominan maka konsentrasi gula mungkin turun sampai 8% (Esau, 1977).
Menurut Fahn (1991), kelenjar nektari yang mensekresi nektar berkonsentrasi
gula tinggi sistem pembuluhnya dilakukan hanya oleh floem. Dan kelenjar nektari
yang mensekresi nektar berkonsentrasi gula rendah sistem pembuluhnya dilakukan
oleh xilem sendiri atau gabungan xilem dan floem. Hipotesis ini berdasarkan fungsi
fisiologi floem sebagai pembuluh yang berfungsi mentransportasikan asimilat,
sedangkan xilem berfungsi mentransport air pada tumbuhan berpembuluh. Transport
gula ke dalam nektari berlangsung secara apoplas, simplas, atau keduanya. Jalur
simplas dalam hal ini lebih cocok karena adanya plasmodesmata sebagai dinding
pemisah parenkim nektari dari sel-sel sekresi (Milburn & Kallarackal, 1991).
Menurut Shuel et al. (dalam Esau, 1965), berdasarkan penelitian dengan
aktifitas radioaktif Cn nektari tidak hanya mensekresi nektar tapi juga
mengabsorbsinya. Nektar yang diabsorbsi akan menyebar pada semua bagian tubuh
tumbuhan termasuk ke stigma. Fahn (1979) menjelaskan macam transport nektar
yang mungkin terjadi sebagai berikut : 1) terjadi transport molekul melewati
plasmalema dan masuk ke RE; 2) transport melalui annulus sitoplasmik suatu
plasmodesmata masuk ke protoplasma dan masuk ke RE melalui membran; 3)
molekul memasuki RE yang ada dalam sel sekretori melalui desmotubul dari
plasmodesmata; 4) mirip dengan kedua tetapi memasuki badan Golgi; 5) pengeluaran
nektar oleh fusi plasmalema dengan vesikel yang berasal dari RE; 6) pengeluaran
nektar oleh fusi vesikel Golgi dengan plasmalema.
D. Polinasi
Menurut Jamieson & Reynold (1967), polinasi merupakan peristiwa
pindahnya mikrospora (pollen) ke stigma. Pada proses ini ada tiga perantara alami,
yaitu angin (anemofili), hewan (zoofili), dan air (hidrofili). Penyerbukan oleh angin
merupakan cara polinasi awal, kemudian terjadi perkembangan perhiasan bunga
menjadi lebih menarik. Adanya kelenjar penghasil nektar, aroma, dan pollen yang
kasar serta lengket merupakan beberapa ciri khas Angiospermae. Keadaan ini
9
menarik banyak serangga untuk mengunjungi bunga pada periode tersier. Serangga
mula-mula mendatangi bunga untuk memperoleh pollen sebagai sumber makanan
kaya protein. Selain itu bisa juga dengan tujuan untuk memakan organ-organ bunga
atau untuk menghisap cairan sekresi yang dikeluarkan bunga. Serangga
memanfaatkan bunga yang dikunjunginya sebagai penghasil nutrisi, baik dari pollen
maupun nektar atau jaringan bunga lain. Selain itu bunga juga dapat dimanfaatkan
sebagai tempat berlindung dari serangan predator, untuk kehangatan, dan seks (Kevan
& Baker, 1984). Pada bunga yang berbentuk lonceng atau tubular, pada malam hari
digunakan oleh kumbang kecil, lalat, dan himenoptera yang tidak memiliki sarang
permanen untuk berlindung (Mc Lean & Ivimey-Cook, 1952). Secara ringkas ada tiga
faktor biokimia yang terkait dengan hal tersebut, yaitu aroma, warna, serta nilai
nutrisi nektar dan pollen (Harborne, 1988).
Menurut Harborne (1988), aroma punya pesan khusus bagi serangga yang
terbang malam hari saat stimulus visual secara otomatis tidak berfungsi. Beberapa
serangga sensitif terhadap gas yang terkandung dalam bunga pada konsentrasi kecil
disebabkan bunga beraroma saat konsentrasi rendah. Beberapa bunga yang tidak
beraroma kuat bagi penciuman manusia menghasilkan aroma cukup kuat untuk
menarik lebah atau kupu-kupu. Sementara itu ada bunga yang memproduksi aroma
maksimal saat pollen masak dan siap untuk polinasi. Aroma bunga dibedakan
menjadi 2, yaitu aroma sedap dan harum seperti buah dan tidak sedap atau aminoid.
Aroma sedap umumnya berasal dari bunga yang mengandung minyak esensial.
Baker & Baker (1973) dan Harborne (1988), mencatat bahwa kenaikan
kandungan asam amino berhubungan dengan meningkatnya kemajuan evolusi.
Familia primitif pada tumbuhan berkayu cenderung punya nilai asam amino rendah
dibanding kelompok herbaceus maju. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa nektar pada bunga yang dikunjungi Lepidoptera kaya akan asam amino. Asam
amino dalam nektar lebih penting bagi kupu-kupu daripada bagi lebah, hal ini karena
lebah punya sumber utama asam amino sendiri yaitu pollen. Menurut Baker et al.
(1983) konsentrasi gula dalam nektar tumbuhan hutan tropis antara 5%-80%. Pada
saat musim kering nektar di dalam bunga yang diserbuk oleh Hummingbird (kolibri),
ngengat, dan kelelawar memiliki konsentrasi rata-rata 21%, 24%, dan 17%. Untuk
10
bunga yang diserbuk kupu-kupu konsentrasi gula dalam nektarnya mencapai 29%,
sementara yang diserbuk ngengat jenis lain dan lebah masing-masing 41% dan 46%.
Lebah, kupu-kupu, dan lalat lebih suka dan dapat membuat konsentrasi nektar yang
pekat menjadi rendah dengan cara memuntahkan cairan untuk mencairkan nektar
sebelum dicerna. Rasio sukrosa dalam gula heksosa yang terkandung dalam nektar
menunjukkan hubungan dengan polinator di alam. Rasio sukrosa tinggi ada pada
nektar dari bunga yang diserbuk burung kolibri dan ngengat. Sementara rasio lebih
rendah untuk bunga yang diserbuk burung jenis Passerinae dan kelelawar. Bunga
yang diserbuk kupu-kupu presentase sukrosa dalam nektarnya kurang jelas,
sedangkan yang diserbuk oleh lebah rasionya cenderung berubah-ubah.
Kevan & Baker (1984) menjelaskan bahwa tidak semua gula nektar punya
nilai gizi yang sama. Beberapa bersifat racun bagi lebah madu tapi tidak bagi
serangga lain (contoh : galaktosa, laktosa, dan raffinosa). Lebah juga tidak mampu
mencerna nektar yang mengandung mannosa. Sementara konsentrasi alkaloid dalam
madu bervariasi antara 0,3-3,9 ppm. Kandungan inilah yang diperkirakan membuat
rasa madu menjadi pahit (Harborne, 1988). Banyak peneliti menganggap visitor dapat
mendeteksi kehadiran asam amino yang dibutuhkan dan mereka tinggal mengambil
nektar secara selektif pada bunga yang tepat. Tetapi hal lain dapat juga terjadi, yaitu
jika visitor tidak sensitif terhadap kehadiran konsentrasi asam amino, mereka sensitif
terhadap konsentrasi gula dalam nektar. Ini menunjukkan adanya korelasi antara
konsentrasi gula dan asam amino dalam nektar, juga antara konsentrasi keduanya
dengan visitor maupun polinator (Baker & Baker, 1973).
11
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Bahan
1. Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah organ generatif (bunga) dari
tumbuhan : Hibiscus rosa-sinensis, Canna hybrida, Allamanda cathartica, Amaryllis
sp., Nymphaea odorata, Nymphaea alba, Michelia champaca, Eichorrnia crassipes,
Vigna unguiculata, dan Caesalpinia pulcherrima.
2. Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah Safranin 1% dalam
akuades sebagai zat pewarna. Gliserin sebagai penutup preparat dalam proses
mounting, dan kutek sebagai perekat gelas benda dan gelas penutup.
B. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi silet, gelas benda, gelas
penutup, dan mikroskop sebagai media pengamatan. Digunakan pula kamera digital
sebagai perekam kegiatan dan materi hasil pengamatan. Kuas gambar untuk
pengambilan preparat irisan, pipet tetes untuk pengambilan cat dan cawan gelas untuk
menampung hasil irisan. Selain itu digunakan pula gabus sebagai holder dalam proses
pengirisan.
C. Cara Kerja
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut.
1. Tahap pengambilan sampel
Tumbuhan air yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan yang
umum dijumpai di lingkungan sekitar kita, yaitu: Nymphaea odorata, Nymphaea
alba, dan Eichorrnia crassipes. Masing-masing dikoleksi dari tempat yang berbeda,
yaitu dari area Masjid Kampus UGM, pom bensin Sagan, dan kompleks perumahan
dosen UGM di Sekip. Masing-masing tumbuhan air ini dikoleksi saat bunganya telah
12
mekar sempurna. Tumbuhan air pertama dan kedua Nymphaea odorata dan
Nymphaea alba, merupakan jenis teratai yang banyak dijumpai di kolam-kolam dan
genangan air.
Tumbuhan ini dipilih sebagai bahan untuk penelitian tentang kelenjar nektari
karena pertimbangan ukuran dan habitatnya. Ukuran bunga kedua spesies ini cukup
berbeda nyata, pertama untuk bunga Nymphaea odorata warnanya ungu violet dan
ukurannya relatif besar dengan diameter sekitar 25-30 cm. Aroma dari bunga ini
cukup kuat, khas teratai. Sementara bunga Nymphaea alba memiliki warna putih
berukuran kecil dengan diameter hanya 5-10 cm. Bunga ini tidak beraroma sekuat
Nymphaea odorata dan secara kasat mata tampak sering didatangi serangga, baik
sebagai pollinator maupun sebagai visitor. Tumbuhan air berikutnya adalah
Eichorrnia crassipes (Enceng Gondok) dan dikenal sebagai gulma pada kawasan
pertanian. Tumbuhan Eichorrnia crassipes seperti halnya tumbuhan air pada
umumnya memiliki ciri-ciri morfologi habitus basah (herbaceous), akar serabut, dan
daun yang tebal. Bunga tumbuhan Eichorrnia crassipes terletak pada bagian terminal,
berkarang, dan memiliki warna ungu muda yang menarik. Bunga ini tidak tahan lama
dan hanya mekar selama sekitar 5 hari, selanjutnya akan layu.
Tumbuhan darat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis tumbuhan yang
umum dijumpai, yaitu: Hibiscus rosa-sinensis, Canna hybrida, Allamanda cathartica,
Amaryllis sp., Michelia champaca, Vigna unguiculata, dan Caesalpinia pulcherrima.
Tumbuhan darat ini masing-masing dikoleksi dari tempat yang berbeda, yaitu dari
area kampus Fakultas Biologi UGM, area kampus Fakultas Kehutanan UGM, dan
area Green line di jalan Selokan Mataram. Masing-masing tumbuhan darat ini
dikoleksi saat bunganya telah mekar sempurna.
13
Tabel 1. Spesies tumbuhan yang digunakan dalam penelitian
Nama Spesies
Hibiscus rosa-sinensis Area kampus Fakultas
Canna hybrida Area Green line di jalan
Allamanda
cathartica
Amaryllis sp.
Nymphaea
odorata
Nymphaea alba Area pom bensin Sagan
Gambar Tempat Koleksi/ Habitat
Biologi UGM/ darat
Selokan Mataram/ darat
Area kampus Fakultas
Biologi UGM/ darat
Area kampus Fakultas
Biologi UGM/darat
Area Masjid Kampus UGM
14
Michelia
champaca
Eichorrnia
crassipes
Vigna
unguiculata
Caesalpinia
pulcherrima
2. Tahap pembuatan preparat semi permanen
Selanjutnya tahap pembuatan preparat dilakukan pengirisan dengan silet pada
bahan yang telah ditanam pada holder. Metode yang digunakan adalah free hand
section, artinya pengirisan tanpa embedding pada jaringan segar yang baru diambil.
Kemudian dilakukan pewarnaan dengan penetesan zat pewarna Safranin 1% dalam
akuades pada irisan yang dianggap baik. Pemilihan irisan yang akan diwarnai ini
berdasarkan pengamatan yang dilakukan di bawah mikroskop setelah pengirisan.
Irisan yang dianggap baik adalah irisan yang tebalnya 6µm dan pada saat pengamatan
dan hasilnya tidak tampak bertumpuk. Proses pewarnaan dilakukan selama 1 menit
dan dilanjutkan dengan pencucian menggunakan akuades. Proses pencucian dengan
akuades dilakukan selama 1 menit dengan perendaman di dalam cawan gelas.
Area kampus Fakultas
Biologi UGM/ darat
Kompleks perumahan dosen
UGM di Sekip
Area kampus Fakultas
Kehutanan UGM/ darat
Area kampus Fakultas
Biologi UGM/ darat
Dok. Widhianto Tricahyadi 4/11/2007
15
Selanjutnya preparat diletakkan pada gelas benda, ditutup dengan gliserin, dan gelas
penutup diatasnya. Kutek ditambahkan pada bagian tepi gelas penutup agar preparat
tidak bergeser.
3. Tahap pengamatan dan pengumpulan data
Pengamatan dilakukan pertama-tama dengan perbesaran lemah, kemudian setelah
objek ditemukan diamati dengan perbesaran kuat. Kemudian hasil pengamatan
direkam dengan kamera digital dalam bentuk foto. Foto yang didapat diedit dengan
program komputer Adobe Photoshop, lalu dianalisis secara deskriptif.
bunga Hibiscus rosa-sinensis yang digunakan sebagai bahan penelitian.
(a)
Gambar1. Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian. (a) Beberapa bahan
kimia dan mikroskop. (b) Bunga Hibiscus rosa-sinensis, salah satu sampel
yang dibuat preparat.
Terakhir dilakukan pengamatan preparat di bawah mikroskop cahaya.
Berikut ini disajikan gambar alat dan bahan kimia, serta satu contoh irisan
16
(b)
Dok. Widhianto Tricahyadi 1810/2007
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data pengamatan mikroskopik letak dan bentuk kelenjar nektari pada bunga
tumbuhan air dan tumbuhan darat disajikan pada Tabel 2.
A. Letak dan Bentuk Kelenjar Nektari
Tabel 2. Letak dan bentuk kelenjar nektari pada bunga secara mikroskopik
Nama Spesies
Hibiscus rosa-sinensis
Canna hybrida
Allamanda
cathartica
Amaryllis sp.
Nymphaea
odorata
Letak dan Bentuk Nektari Gambar
Petala (perigonal) /
Sand-like
Perbesaran 10×10
Pangkal sepalapetala
(toral)/
Cincin (marginal)
Perbesaran 10×10
Reseptakel (toral)/
Cincin (discoid)
Perbesaran 10×10
Pangkal sepalapetala
(toral)/
Cincin (marginal)
Perbesaran 10×10
Sepala (perigonal)/
Sand-like
Perbesaran 10×10
17
Nymphaea alba
Michelia
champaca
Eichorrnia
crassipes
Vigna
unguiculata
Caesalpinia
pulcherrima
B. Hubungan antara Letak dan Bentuk Kelenjar Nektari
Letak kelenjar nektari pada tumbuhan darat secara umum (kecuali pada
Hibiscus rosa-sinensis) adalah pada bagian toral, artinya dibentuk oleh jaringan
pembentuk reseptakel dan relatif tersembunyi dibanding dengan pada tumbuhan air.
Letak pada bagian toral ini terkait dengan jaringan pembentuk kelenjar nektari
sendiri. Dalam hal ini jaringan pembentuk kelenjar nektari toral adalah jaringan
parenkim, dimana kita tahu jaringan ini terletak di sebelah dalam organ. Selain itu ada
Sepala (perigonal)/
Sand-like
Perbesaran 10×10
Reseptakel (toral)/
Cincin (discoid)
Perbesaran 10×10
Petala (perigonal)/
Sand-like
Perbesaran 10×10
Reseptakel (toral)/
Cincin (discoid)
Perbesaran 10×10
Reseptakel (toral)/
Cincin (discoid)
Perbesaran 10×10
Dok. Widhianto Tricahyadi 16/10/2007
18
juga jaringan pembentuk kelenjar nektari toral yang lain yaitu : pembuluh
floem dan xilem. Berkaitan dengan kandungan gula pada nektar yang dihasilkan
kelenjar nektari jaringan pembuluh ini sangat berperan, terutama floem dimana
berfungsi sebagai jaringan transport untuk gula dan produk fotosintesis. Menurut
Fahn (1979), semakin banyak persentase kelenjar floem dalam kelenjar nektari maka
kandungan gula dalam nektar yang dihasilkan juga akan semakin besar.
Kelenjar nektari tumbuhan air terletak pada bagian perigonal, baik pada
bagian daun mahkota (petala) maupun pada bagian daun kelopak (sepala). Hal ini
sebenarnya merupakan implikasi dari jaringan pembentuknya yang berasal dari selsel
epidermal dan sedikit jaringan pembuluh. Berdasarkan hal ini sebenarnya telah
tampak adanya hubungan yang jelas antara jaringan pembentuk dengan kandungan
nektar yang dihasilkan kelenjar nektari. Untuk kelenjar nektari yang dibentuk oleh
sel-sel epidermal dan sedikit jaringan pembuluh (seperti pada kelenjar nektari
tumbuhan air) sekresi nektar yang dihasilkan memiliki kandungan gula yang rendah,
hal ini dikarenakan oleh keberadaan jaringan floem yang terlalu sedikit. Kelenjar
nektari yang dibentuk oleh jaringan epidermal memiliki kandungan gula rendah
karena dibentuk oleh diferensiasi sel penutup stomata, sedangkan kelenjar nektari
yang dibentuk oleh jaringan parenkimal memiliki kandungan gula yang tinggi karena
didominasi oleh jaringan pembuluh (floem) (Esau, 1965).
Bila kelenjar nektari dibentuk oleh jaringan parenkimal maka bentuknya akan
sedikit melebar pada bagian tangensial dan membentuk robekan antar dinding sel.
Proses pembentukannya mungkin terjadi secara kontinu saat organogenesis bunga
berkangsung, sedangkan terjadinya robekan pada dinding sel parenkimal dan sel
pembuluh floem berlangsung setelah proses diferensiasi pertama. Kelenjar nektari
yang terletak pada bagian toral memiliki bentuk cincin karena pada bagian toral
memungkinkan bentuk ini terjadi. Dibandingkan dengan kelenjar nektari yang
terletak pada bagian toral, letak pada bagian perigonal memiliki variasi bentuk yang
lebih bebas. Hal ini disebabkan oleh jaringan pembentuk yang berupa jaringan
epidermal dan terjadi akibat adanya modifikasi sel penutup stomata. Proses
pembentukan kelenjar nektari pada bagian perigonal lebih bebas dan tersebar di
berbagai tempat, karena di dalam organ masing-masing sel intensitasnya terbatas.
19
Bentuk dari kelenjar nektari yang dibentuk oleh aktifitas sel-sel epidermal ini pada
organ-organ perhiasan bunga (baik petala maupun sepala) akan tersebar dalam bentuk
seperti butiran pasir (Hall, 1978).
Proses sekresi nektar oleh kelenjar nektari tidak sepenuhnya berupa proses
pengeluaran karena sebagian diabsorbsi lagi oleh kelenjar nektari untuk
metabolismenya. Proses regulasi dalam produksi nektar ini dipengaruhi oleh faktor
fisiologi yang terjadi pada tumbuhan secara umum. Jika metabolisme yang terjadi
pada tumbuhan telah selesai dan tidak lagi dibutuhkan gula, asam amino, dan
berbagai vitamin maka tumbuhan tidak akan mengabsorbsi sekresi nektar yang telah
dikeluarkan. Proses sekresi nektar maksimal terjadi saat bunga mekar pada saat
pertama kali, dan produksinya terus turun hingga bunga layu (untuk nektari floral).
Pada nektari ekstrafloral sekresi nektar dapat terjadi kapanpun dan hampir tidak
berhubungan dengan kebutuhan menarik serangga pengunjung ataupun polinator
untuk kebutuhan polinasi. Sekresi nektar pada jenis bunga yang berbeda memiliki
kandungan yang berbeda pula, baik dari segi komposisinya, kuantitasnya, maupun
variasi kualitatifnya. Hal ini karena secara tidak langsung proses pembentukan nektar
bersifat khas, pada jenis tumbuhan yang berbeda akan memiliki proses fisiologi yang
unik dan khas sehingga berbeda dengan jenis lain. Selain itu faktor habitat juga dapat
mempengaruhi pembentukan nektar oleh kelenjar nektari, misalnya pada tanah atau
substrat yang mengandung N dalam jumlah besar maka kandungan nektar yang
dihasilkan dalam kelenjar nektari akan didominasi oleh asam amino dan derivatnya.
Ditinjau dari segi waktu pengeluaran, jika nektar yang dikeluarkan pertama kali oleh
tumbuhan kuantitasnya secara keseluruhan paling tinggi maka kandungannya
kemungkinan besar akan didominasi oleh gula-gula reduksi. Hal ini dikarenakan dari
segi efektifitas transport, gula reduksi tidak serta merta diangkut oleh pembuluh
floem karena sifatnya yang mudah tereduksi akan menyebabkan kemungkinan
kerusakan menjadi lebih tinggi selama proses pengangkutan. Dengan
mempertimbangkan hal ini maka secara fisiologi gula reduksi akan diregulasi dan
diakomodasi (transport) sehingga sekresi gula reduksi dilakukan di awal baru disusul
oleh sekresi gula non-reduksi. Sementara itu sekresi gula disakarida akan dilakukan
sedikit belakangan setelah sekresi gula reduksi selesai. Hal ini karena dari segi
20
keamanan gula non-reduksi seperti sukrosa dan rafinosa relatif terhindar dari reduksi
sehingga dapat terus berada dalam aliran metabolisme lebih lama tanpa mengalami
kerusakan yang berarti (Fahn, 1979; Rathcke, 1992).
Dari segi anatomi kelenjar nektari berbentuk seperti pasir (sand-like) yang
tersebar pada tumbuhan air dan Hibiscus rosa-sinensis dan bentuk cincin (baik
marginal maupun discoid) tidak berbeda nyata. Kelenjar nektari yang ada pada
masing-masing bentuk dan letak ini secara umum masih berupa kelenjar sekresi,
bukan sebagai ruang sekresi, sel sekresi, ataupun jaringan sekresi. Hal ini karena
berdasarkan asalnya kelenjar nektari dibentuk secara reksigen oleh sel-sel yang
berdekatan, kemudian sel-sel yang tidak mengalami robekan akan mengelilingi dan
membentuk struktur yang menyerupai epitelium. Bentuk inilah yang menyebabkan
secara anatomis baik kelenjar nektari tipe sand-like dan tipe cincin tidak berbeda
nyata. Struktur anatomi kelenjar ini terjadi kemungkinan karena dalam proses
pembentukannya ada peran dari jaringan pembuluh (walaupun dalam jumlah yang
sedikit pada kelenjar nektari perigonal). Telah diketahui bahwa jaringan pembuluh
floem memiliki sel pengiring yang berfungsi memberi makan sel-sel pengangkut.
Kemudian sel pengiring aktifitasnya berubah dan membentuk struktur yang serupa
dengan sel epitelium (Hall, 1978).
Dari segi organogenesis bunga, letak kelenjar nektari pada bagian toral dan
perigonal kemungkinan disebabkan oleh aktifitas meristematis jaringan yang belum
berdiferensiasi. Pada saat sel-sel masih embrional aktifitas tunika-korpus
mengendalikan diferensiasi untuk pembentukan jaringan baru. Korpus yang nantinya
akan membentuk jaringan korteks dan stele (dalam konstelasi normal) aktif
melakukan pembelahan pada bagian sebelah dalam, karenanya jaringan yang
dibentuknya (parenkimal dan pembuluh) berada pada bagian yang relatif tersembunyi
dibanding dengan kelenjar nektari yang berdiferensiasi dari aktifitas pembelahan
yang dilakukan sel-sel tunika. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fahn (1979), yang
menyebutkan bahwa kelenjar nektari yang berada pada bagian tersembunyi (toral,
staminal, stilar, maupun ovarial) akan menghasilkan nektar dengan kandungan gula
lebih tinggi dibanding kandungan gula dari nektar yang dihasilkan kelenjar nektari
yang dibentuk oleh jaringan pada bagian terbuka (perigonal).
21
Struktur yang dibentuk oleh organisme (dalam hal ini tumbuhan) selalu
berkaitan dengan fungsi, maka dapat dianalogikan sebagai berikut. Dalam kaitannya
dengan proses polinasi, tumbuhan membutuhkan bantuan polinator berupa serangga,
dan menitikberatkan hasil nektarnya untuk menarik serangga. Serangga-serangga
tertentu memiliki tujuan berbeda saat mendatangi bunga, pertama ingin mendapatkan
gula dari nektar, kedua ingin mendapatkan asam amino, vitamin, dan terakhir untuk
mendapatkan tempat berteduh dan seks. Bunga tumbuhan darat yang sebagian besar
proses polinasinya dibantu oleh serangga akan mengembangkan struktur yang
menarik agar serangga datang. Dengan tujuan ini maka diharapkan proses datangnya
serangga akan meningkatkan kemungkinan polinasi, baik karena bersentuhan dengan
bagian tubuh serangga maupun oleh proses lainnya. Berbeda dengan tumbuhan air,
proses polinasinya dibantu oleh air, mollusca, maupun angin. Karena struktur akan
berkembang sejalan dengan fungsi, maka tumbuhan air tidak merasa perlu untuk
membentuk struktur yang menarik serangga (dalam hal ini bukan pollinator
utamanya). Dengan dibentuknya struktur kelenjar nektari pada bagian perigonal bagi
tumbuhan air, mungkin dianggap lebih menguntungkan karena secara tidak langsung
mollusca yang membantu polinasi akan mendapatkan asam amino dan gula yang
dicarinya dengan memakan organ perhiasan bunga. Dari hal inilah, maka tumbuhan
air dan tumbuhan darat melakukan adaptasi seiring kebutuhan dasarnya untuk
berkembangbiak dan melestarikan jenisnya (Hall, 1978).
Pada Hibiscus rosa-sinensis ada perkecualian, karena kelenjar nektarinya
terletak di bagian perigonal yaitu pada petala. Karena kemungkinan letak kelenjar
nektari pada bagian petala lebih menguntungkan untuk polinasi pada bunga Hibiscus
rosa-sinensis yang dibantu serangga. Selain itu bentuk kelenjar nektari Hibiscus
seperti pasir (sand-like) yang tersebar. Hal ini menarik untuk dikaji karena letak dan
bentuk ini lebih menyerupai struktur pada tumbuhan air, yaitu letaknya pada bagian
perigonal dan bentuknya seperti pasir (sand-like) yang tersebar. Letak pada bagian
perigonal lebih bermanfaat untuk bunga Hibiscus rosa-sinensis. Berikut gambaran
skematis irisan membujur bentuk bunga Hibiscus rosa-sinensis.
22
1
2
3
4
Gambar2. Letak kelenjar nektari pada bunga Hibiscus rosa-sinensis dan implikasinya
terhadap sekresi nektar yang dihasilkan dalam kaitannya dengan
pengembangan struktur untuk menunjang fungsi. 1. Petala 2. Sepala 3.
Bakal buah 4. Kelenjar nektari
Bunga Hibiscus rosa-sinensis memiliki letak kelenjar nektari pada bagian
perigonal dan bentuk seperti pasir (sand-like) dan tersebar. Hal ini karena dengan
bentuk bunga yang mirip terompet dengan androginofor menjulang pada bagian
tengahnya sangat menguntungkan untuk memaksa serangga mencari nektar di bagian
lebih dalam yang dekat dengan bakal buah. Pertama-tama sekresi nektar terjadi pada
sel-sel yang terletak di bagian petala kemudian karena pengaruh gravitasi maka
sekresi nektar tersebut akan jatuh terbawa aliran lekukan struktur terompet petala dan
jatuh pada bagian yang dekat dengan bakal buah. Letak akhir dari nektar inilah yang
kemudian digunakan tumbuhan utuk memaksa polinatornya (utamanya semut) untuk
turun ke bawah menuju bakal buah. Dengan mempertimbangkan ukuran polinator dan
ruangan tabung terompet pada bunga, maka frekuensi dan kemungkinan gesekan
dengan polen yang terekat pada stamen akan tinggi, hal ini dapat menyebabkan
kemungkinan terjadinya polinasi dapat meningkat (Hall, 1978).
Kelenjar nektari yang terletak di bagian pangkal sepala-petala pada tumbuhan
darat memiliki bentuk cincin marginal, sedangkan pada bunga tumbuhan darat lain
yang kelenjar nektarinya terletak di bagian reseptakel menunjukkan bentuk cincin
discoid. Ini disebabkan oleh letak dan perkembangan kelenjar nektari pada bunga.
Pada kelenjar nektari yang terletak di bagian pangkal sepala-petala hanya akan
memungkinkan untuk membentuk struktur cincin marginal (cincin dengan bentuk
tipis pada lingkarannya), sedangkan kelenjar nektari yang ada di bagian toral akan
23
mengembangkan bentuk discoid karena ruang yang ada memungkinkan untuk itu.
Secara umum dari hasil pengamatan, penamaan kelenjar nektari dengan bentuk sandlike
dan cincin lebih berdasarkan pengelompokan (kolektifitas) dan distribusinya pada
jaringan. Gambaran skematis potongan melintang reseptakel yang menunjukkan letak
dan bentuk kelenjar nektari disajikan pada Gambar 3.
Kn
B
A
Gambar3. A) Kelenjar nektari toral, pada dasar bunga (reseptakel) memungkinkan
adanya ruang yang cukup luas untuk mengembangkan bentuk cincin
discoid (tebal). B) Kelenjar nektari pada bagian pangkal sepala-patala
tidak memungkinkan perkembangan bentuk discoid tapi hanya marginal.
Bentuk cincin sebenarnya didapat dari sekumpulan kelenjar nektari di bagian
toral yang umumnya bergerombol rapat antar satu kelenjar dengan kelenjar lain.
Sedangkan bentuk sand-like didapat dari sekumpulan kelenjar nektari yang berada
tersebar di satu lokasi sehingga seolah-olah. Tampak seperti butiran pasir yang
tersebar di jaringan hidup. Dengan dasar ini sebenarnya sulit untuk membedakan satu
kelenjar nektari pada bagian toral (penyusun cincin) dan satu kelenjar nektari pada
bagian perigonal (penyusun sand-like). Hal ini karena untuk pengamatan secara
mendetail perlu digunakan mikroskop elektron atau mikroskop cahaya dengan
perbesaran lebih dari 1000 kali.
24
BAB V
KESIMPULAN
Letak kelenjar nektari pada bunga tumbuhan air dan tumbuhan darat berbeda,
pada tumbuhan air kelenjar nektari terletak pada bagian perigonal, baik pada sepala
maupun petala, sedangkan pada bunga tumbuhan darat letak kelenjar nektari di
bagian toral, kecuali pada Hibiscus rosa-sinensis. Secara umum bentuk kelenjar
nektari tumbuhan air dan tumbuhan darat juga berbeda, bentuk kelenjar nektari
tumbuhan air adalah sand-like yang tersebar pada bagian perigonal. Pada bunga
tumbuhan darat bentuk kelenjar nektari berupa cincin, baik marginal maupun discoid
menyesuaikan letaknya pada reseptakel atau pada pangkal sepala-petala.
25
DAFTAR PUSTAKA
Baker, H. G. and I. Baker. 1973. Some Anthecological Aspect of The Evolution of
Nectar-producing Flowers, Particularly Amino Acid Production in
Nectar(in Heywood V. H. (edit.) : Taxonomy and Ecology p. 243-262).
Academic Press. London-New York.
Baker, H. G., K. S. Bawa, G. W. Frankie, and P. A. Opler. 1983. Reproductive
Biology of Plants in Tropical Forest (in Golley F. B. (edit.) : Ecosystems
of The World 14A: Tropical Rain Forest Ecosystems Structure and
Function p. 189-202). Elsevier Scientific Publishing Company.
Amsterdam.
Cutter, E. G. 1978. Plant Anatomy, Part 1: Cells and Tissues. Second edition. p.
228-231. The English Language Book, Society and Edward Arnold, Ltd.
London.
Eames, A. J. and L. H. Mac Daniels. 1977. An Introduction to Plant Anatomy.
Esau, K. 1977. Anatomy of Seed Plants. Second edition. p. 199-206. John Wiley
Fahn, A. 1979. Secretory Tissues in Plants. Academic Press, Inc. London. Ltd. p.
Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Edisi ketiga. hal. 743-758. Gadjah Mada
Hall, M. A. 1978. Plant Structure, Function and Adaptation. The Macmillan
Harborne, J. B. and B. L. Turner. 1984. Plant Chemosystematic. First Edition.
Harborne, J. B. 1988. Introduction to Ecological Biochemistry. Third edition. p.
Jamieson, B. G. M. and J. F. Reynold. 1967. Tropical Plant Types. First Edition.
Kevan, P.G. and H. G. Baker. 1984. Insect on Flower (in Huffaker C. B. and.
Second edition. p. 114-117. Mc Graw-Hill Book Company, Inc. New
York-Toronto-London.
and Sons, Inc. New York-Chichester-Brisbane-Toronto-Singapore.
52-111
University, Press. Yogyakarta.
Press Ltd. London. pp. 332, 335-344, 350-353
Academic Press. Inc. London. pp. 204, 210-211
42-79. Academic Press. Inc. London.
p. 225-228. Pergamon Press. Ltd. Oxford-London.
Rabb R. L. (edit) : Ecological Entomology). p. 608-628. John Wiley and
Mc Lean and W. R. Ivimey-Cook. 1952. Textbook of Theoritical Botany. Volume
Sons, Inc. Canada.
II. Longmans Green and Co. London-New York-Toronto. p. 124-139
Milburn, J. A. and J. Kallarackal. 1991. Sap Exudation (in Raghavendra A. S.
(edit) : Physiology of Trees). p. 388-390. John Wiley and Sons, Inc. New
Pandey, B. P. 1982. Plant Anatomy. Third edition. S. Chand and Company, Ltd.
York.
Ramnagar. New Delhi. p. 117
Rathcke, B. J. 1992. Nectar Distribution, Pollinator Behavior and Plant
Reproductive Succes (in Hunter M. N. (edit) : Effects of Resource
Distribution on Animal-Plant Interaction). p. 112-131. Academic Press,
Inc. San Diego.
26
Tjitrosoepomo, G. 1987. Morfologi Tumbuhan. Cetakan ketiga. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. hal.192-194
27

Madu Nektar mengatakan...

trimakasih ,..... wah rumit juga ya ilmiahnya ...