Pencanangan penggunakan komputer dan Internet di lingkungan pemerintahan sudah ada sejak awal tahun 2000. Saat itu, bisa dikatakan hampir semua lembaga pemerintah berlomba-lomba membangun infrastruktur jaringan komunikasi komputer dan internet. Ada yang melalui teknologi kabel dan ada juga yang sudah menerapkan teknologi jaringan berbasis nirkabel untuk menyambung berbagai kantor yang ada di sekitarnya.
Pembangunan infrastruktur dan pengadaan peralatan komputer dilakukan secara bombastis, bahkan tidak sedikit kabupaten atau kotamadya yang menghabiskan dana puluhan milyar rupiah untuk mewujudkan cita-cita mulia – menerapkan e-government. Setelah selang satu dua tahun dari “pesta” membangun seluruh fasilitas teknologi informasi, komputer dan jaringan infrastruktur komunikasi, akhirnya keadaan menjadi berbalik.
Kendala teknis dan kesulitan manusia bercampur baur menyebabkan kesulitan yang tidak habis-habisnya, sehingga akhirnya perangkat komputer dijadikan mesin games dan pembunuh waktu, bukan sebagai mesin yang produktif dan mampu meningkatkan efisiensi kerja. Perangkat-perangkat nirkabel yang terpasang sudah tidak keruan bentuknya, karena ada yang rusak karena tersambar petir, towernya roboh dan bahkan komputernya entah sudah dibawa kemana.
Kenapa pembangunan infrastruktur jaringan komunikasi dan pemanfaatan komputer gagal? Jawabannya sepertinya hanya satu saja, yaitu tidak adanya keseriusan pejabat pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah untuk tetap menggunakan teknologi informasi dan kounikasi sebagai salah satu faktor pemercepat proses kemajuan. Niat dan konsistensi pimpinan teratas merupakan cermin bagi seluruh pegawai negeri di kota yang bersangkutan, dan sayangnya pimpinan yang mengerti teknologi dan sekaligus konsisten akan semua kebijakan yang sudah dikeluarkan, terasa amat langka di Indonesia.
Sayangnya lagi, kontraktor di Indonesia kebanyakan adalah kontraktor “karbitan”, apalagi yang bergerak di bidang teknologi informasi dan komputer, kebanyakan berasal dari kontraktor penyedia alat-alat tulis dan kantor. Mereka tidak punya pengalaman dalam membangun infrastruktur atau aplikasi komputer, dan pada prosesnya, “asal tembak” menunjuk sub kontraktor menyebabkan mereka tidak dapat memenuhi target pekerjaannya.
Selain itu, kesulitan membangun infrastruktur jaringan komunikasi di Indonesia, juga tak lepas dari peran pemerintah pusat yang memberikan hak monopoli kepada satu operator yang kenyataannya tidak mampu membangun jaringan telekomunikasi dengan sebaik-baiknya dan mengikuti perkembangan jaman. Kalau saja pihak operator sudah menyediakan infrastruktur yang memadai, kemungkinan kegagalan penerapan e-government ini dapat diperkecil.
Idealnya, pemerintah pusat melalui lembaga-lembaga seperti Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) atau Dewan Teknologi Informasi Komunikasi Nasional (DeTIKNas) membuat satu task force yang fungsinya menyeragamkan semua program aplikasi di berbagai departemen, sehingga akhirnya dapat melakukan konsolidasi dan memproses data dengan lebih efisien.
Kunci utama keberhasilan penerapan e-government di Indonesia adalah tersedianya program-program aplikasi yang berhubungan dengan pengolahan data yang ada, misalnya program pengolahan kartu tanda penduduk, identitas penduduk untuk dikaitkan dengan pajak dan kegiatan hukum, dan berbagai aplikasi termasuk pengolahan data keuangan dari satu daerah.
Dengan sudah majunya teknologi server berbasis web, persoalan carut marut pembangunan program aplikasi ini sebetulnya sudah dapat diatasi, apalagi dengan tersedianya teknologi client-server yang sudah sedemikian majunya, maka memungkinkan kita mengelola satu negara dengan menggunakan server komputer.
Langkah berikutnya adalah menyiapkan infrastruktur jaringan komunikasi di lembaga pemerintah yang bersangkutan, yang berguna untuk menghubungkan seluruh kantor dinas dan kantor terkait baik di tingkat pusat dan di daerah. Dalam hal infrastruktur jaringan komunikasi, pilihan teknologi nirkabel merupakan yang paling cepat dan dapat langsung dijalankan. Seperti teknologi wireless LAN dengan standar 802.11, hal ini sangat mudah diterapkan oleh siapa saja, sehingga terjadi interferensi dan gangguan yang tidak dapat diatasi dengan sebaik-baiknya.
Dalam kasus ini, lembaga pemerintah dapat mengambil inisiatif untuk membangun jaringan nirkabel sendiri, dan kemudian memberikan fasilitas yang sudah ada ke masyarakat luas. Dengan begitu seluruh penduduknya tidak perlu lagi memikirkan pembangunan infrastruktur komunikasi untuk kepentingan mereka. Dan memang sudah semestinya, pemerintah memikirkan dan membangun infrastruktur untuk dipakai oleh rakyatnya, seperti membangun jalan, listrik, air bersih dan fasilitas lainnya.
Membangun Infrastruktur Jaringan Komunikasi Efisien
Langkah-langkah membangun jaringan infrastruktur komunikasi di era e-government:
- Pastikan pimpinan mempunyai komitmen akan pemanfaatan teknologi informasi dan konsisten akan semua keputusan yang diambil
- Membuat task force dibawah pimpinan untuk mengantisipasi melesetnya semua rencana yang sudah dibuat
- Task Force sebaiknya dibantu oleh konsultan yang betul-betul mengerti persoalannya – dapat memberikan solusi-solusi, bukan melulu mau menyuplai perangkat atau mengail di air keruh
- Pembangunan e-government ini terdiri dari dua aspek, yaitu pembangunan infrastruktur dan pengembangan content (isi dari jaringan komunikasi tersebut) – sebaiknya dua hal ini dipisah dan dilakukan secara terintegrasi
- Khusus pembangunan infrastruktur jaringan komunikasi, jika memungkinkan pemerintah dapat menyewakan jaringannya ke masyarakat luas. Hal ini tak jauh berbeda dengan layanan pengadaan air bersih (PAM) atau listrik (PLN)
- Task Force terus bekerja untuk meningkatkan sistem yang ada, sekaligus secara konsisten memberikan pelatihan-pelatihan di lingkungan kantor pemerintahan
Membuat Task Force merupakan yang paling sulit, karena human resource di Indonesia sangat terbatas dan kebanyakan “orang pinter” di dunia teknologi informasi tidak memiliki dasar-dasar keilmuan yang kuat dan etika yang tidak baik. Untuk pembentukan Task Force yang merupakan kunci keberhasilan dari program e-gov di satu kota, ada baiknya dilakukan dengan merekrut tenaga dari perguruan tinggi dan jangan tergantung pada satu orang saja. Pasalnya, program pengembangan infrastruktur jaringan komunikasi sangat beragam dan tidak mungkin dikuasai oleh satu orang saja.
Sewaktu merekrut tenaga ahli dalam Task Force tersebut, harus disyaratkan yang bersangkutan ikut serta dalam banyak mailing list berbasis teknologi informasi (kalau bisa, yang bersangkutan aktif sebagai kontributor), seperti Telematika, IT-Center, INDOWLI, Asosiasi-Warnet atau lainnya. Persyaratan ini memang agak nyeleneh, tetapi merupakan satu bukti bahwa orang yang bersangkutan ingin tetap maju dan selalu meng-update kemampuannya secara informal.
Sunday, 29 June 2008 00:01 |
Oleh: Michael S. Sunggiardi, Praktisi IT (Network)
http://jakarta.wartaegov.com
Ayoo ....... Majuuuuuuuuuuuuuuuuuu ,....... Sejarah akan mencatat, Anak-cucu akan menikmati, ..... Alam Semesta & Rabbul Alamin akan menyaksikan .......
1 komentar:
Artikel anda:
http://pemerintahan-indonesia.infogue.com/
http://pemerintahan-indonesia.infogue.com/opa_said_peliknya_kondisi_jaringan_komunikasi_pemerintah
promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema untuk para netter Indonesia. Salam!
Posting Komentar